بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
TB-MDR (Tuberculosis
Multidrug Resistant) adalah salah satu jenis TB yang resisten dengan OAT (Obat Anti Tuberculosis) dengan resisten terhadap 2 obat anti tuberculosis yang paling ampuh yaitu Rifampicin dan Isoniazid. Prevalensi kasus TB-MDR dunia pada tahun 2010
sebanyak 290.000 kasus. Ada 27
negara dengan status High Burden of
TB-MDR dimana ada sekurang-kurangnya 4000 kasus TB- MDR setiap tahun dan
10% kasus TB baru yang terregister adalah TB-MDR. China dan India menjadi
negara yang memiliki penderita TB-MDR terbanyak yaitu sekitar 63.000 dan 64.000
kasus. Sedangkan Indonesia berada pada urutan 9 dengan jumlah kasus 6.100 (WHO,2010).
Data dari Kementrian Kesehatan Indonesia tahun 2010
menyatakan sampai dengan bulan Oktober 2010 telah terdapat 473 suspek
penderita, dan sebanyak 158 dinyatakan mengalami TB-MDR. data mengenai jumlah
pasien TB-MDR di Sulawesi Selatan belum bisa dipastikan, namun pada penelitian
yang dilakukan oleh Leida pada tahun 2012 di makassar jumlah kasus TB-MDR
sebanyak 41 kasus. Data tersebut bukan berarti 41 kasus itu semua berasal dari
Makassar namun dari berbagai daaerah di Sulawesi selatan (Leida, 2012).
Hasil penelitian yang dilakukan pada tahun 2010 di
Tehran, Iran menyatakan bahwa dari 78
pasien TB-MDR, 46,8% pasien dari Afghanistan dan 2,1% dari Bangladesh.
Status pasien sebagai imigran atau pengungsi dengan kata lain pasien pindah
tempat tinggal menjadi factor risiko kejadian TB-MDR. Hal ini menandakan bahwa
adanya kemungkinan pasien yang seorang imigran dan menderita TB mengalami putus
berobat dan menjadi TB-MDR (Baghaei, 2010).
Pengobatan yang kurang baik pada pelayanan kesehatan
TB di Cina pada tahun 2012 juga menjadi
factor risiko TB-MDR. Hal ini mencakup ketersediaan obat TB di pelayanan kesehatan dan pemantauan
pengobatan Pasien yang 95% tidak memenuhi standar termasuk ketersediaan obat di pelayanan kesehatan sehingga
kemungkinan pasien mengalami putus berobat (Zhao, 2012).
Tahun 2009 mulai
dilaksanakan program pengobatan untuk TB-MDR di 2 rumah sakit yaitu RS
Persahabatan Jakarta dan RS dr. Soetomo. Pada tahun 2010 mulai menambah tiga
tempat pengobatan TB- MDR yaitu RS Syaiful Anwar di Malang, RS Moewardi Solo,
dan di Makassar yaitu Rumah Sakit Labuang Baji. RS Labuang Baji menjadi salah
satu pusat pengobatan untuk TB-MDR. Poli TB-MDR Labuang Baji mulai menerima
pasien pada tahun 2011. Berdasarkan data sekunder Pasien yang dinyatakan suspect TB-MDR berasal dari berbagai puskesmas dan berbagai daerah
di Sulawesi yang dirujuk untuk melakukan pemeriksaan lanjutan dan menjalani
pengobatan. Sampai saat ini sekurang- kurangnya adan 35 pasien yang menjalani
pengobatan, namun ada 12 Pasien yang di kembalikan ke Puskesmas masing-masing
untuk menjalani pengobatan MDR.
Lama pengobatan TB-MDR
yang dianjurkan ditentukan oleh konversi dahak dan kultur. Anjuran minimal
adalah pengobatan harus berlangsung sekurang-kurangnya 18 bulan setelah
konversi kultur sampai ada bukti-bukti lain untuk memperpendek lama pengobatan
(Nawas, 2010).
Kegagalan pada pengobatan TB-MDR akan menyebabkan
lebih banyak OAT yang resisten terhadap kuman M.Tuberculosis. Kegagalan ini bukan hanya merugikan pasien tetapi
juga meningkatkan penularan pada masyarakat. TB resistensi Obat Anti TB (OAT)
pada dasarnya adalah suatu fenomena buatan manusia, sebagai akibat dari
pengobatan pasien TB yang tidak adekuat yang menyebabkan terjadinya penularan
dari pasien TB-MDR ke orang lain/masyarakat, maka dari itu perlu dilakukan
penelitian mengenai factor risiko pengobatan TB-MDR untuk mencegah kegagalan
dalam pengobatan (Soepandi, 2010).
جَزَاكُمُ اللّهُ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar