Minggu, 22 Mei 2016

TB-MDR (Tuberculosis Multidrug Resistant)

بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ 

TB-MDR (Tuberculosis Multidrug Resistant) adalah salah satu jenis TB yang resisten dengan OAT (Obat Anti Tuberculosis) dengan resisten terhadap 2 obat anti tuberculosis yang paling ampuh yaitu Rifampicin dan Isoniazid. Prevalensi kasus TB-MDR dunia pada tahun 2010 sebanyak  290.000 kasus.  Ada 27 negara dengan status High Burden of TB-MDR dimana ada sekurang-kurangnya 4000 kasus TB- MDR setiap tahun dan 10% kasus TB baru yang terregister adalah TB-MDR. China dan India menjadi negara yang memiliki penderita TB-MDR terbanyak yaitu sekitar 63.000 dan 64.000 kasus. Sedangkan Indonesia berada pada urutan 9 dengan jumlah kasus 6.100 (WHO,2010).
Data dari Kementrian Kesehatan Indonesia tahun 2010 menyatakan sampai dengan bulan Oktober 2010 telah terdapat 473 suspek penderita, dan sebanyak 158 dinyatakan mengalami TB-MDR. data mengenai jumlah pasien TB-MDR di Sulawesi Selatan belum bisa dipastikan, namun pada penelitian yang dilakukan oleh Leida pada tahun 2012 di makassar jumlah kasus TB-MDR sebanyak 41 kasus. Data tersebut bukan berarti 41 kasus itu semua berasal dari Makassar namun dari berbagai daaerah di Sulawesi selatan (Leida, 2012).
Hasil penelitian yang dilakukan pada tahun 2010 di Tehran, Iran menyatakan bahwa dari 78  pasien TB-MDR, 46,8% pasien dari Afghanistan dan 2,1% dari Bangladesh. Status pasien sebagai imigran atau pengungsi dengan kata lain pasien pindah tempat tinggal menjadi factor risiko kejadian TB-MDR. Hal ini menandakan bahwa adanya kemungkinan pasien yang seorang imigran dan menderita TB mengalami putus berobat dan menjadi TB-MDR (Baghaei, 2010).
Pengobatan yang kurang baik pada pelayanan kesehatan TB di Cina pada tahun 2012  juga menjadi factor risiko TB-MDR. Hal ini mencakup ketersediaan obat TB di pelayanan kesehatan dan pemantauan pengobatan Pasien yang 95% tidak memenuhi standar termasuk ketersediaan obat di pelayanan kesehatan sehingga kemungkinan pasien mengalami putus berobat (Zhao, 2012).
Tahun 2009 mulai dilaksanakan program pengobatan untuk TB-MDR di 2 rumah sakit yaitu RS Persahabatan Jakarta dan RS dr. Soetomo. Pada tahun 2010 mulai menambah tiga tempat pengobatan TB- MDR yaitu RS Syaiful Anwar di Malang, RS Moewardi Solo, dan di Makassar yaitu Rumah Sakit Labuang Baji. RS Labuang Baji menjadi salah satu pusat pengobatan untuk TB-MDR. Poli TB-MDR Labuang Baji mulai menerima pasien pada tahun 2011. Berdasarkan data sekunder Pasien  yang dinyatakan suspect TB-MDR berasal dari berbagai puskesmas dan berbagai daerah di Sulawesi yang dirujuk untuk melakukan pemeriksaan lanjutan dan menjalani pengobatan. Sampai saat ini sekurang- kurangnya adan 35 pasien yang menjalani pengobatan, namun ada 12 Pasien yang di kembalikan ke Puskesmas masing-masing untuk menjalani pengobatan MDR.


Lama pengobatan TB-MDR yang dianjurkan ditentukan oleh konversi dahak dan kultur. Anjuran minimal adalah pengobatan harus berlangsung sekurang-kurangnya 18 bulan setelah konversi kultur sampai ada bukti-bukti lain untuk memperpendek lama pengobatan (Nawas, 2010).

Kegagalan pada pengobatan TB-MDR akan menyebabkan lebih banyak OAT yang resisten terhadap kuman M.Tuberculosis. Kegagalan ini bukan hanya merugikan pasien tetapi juga meningkatkan penularan pada masyarakat. TB resistensi Obat Anti TB (OAT) pada dasarnya adalah suatu fenomena buatan manusia, sebagai akibat dari pengobatan pasien TB yang tidak adekuat yang menyebabkan terjadinya penularan dari pasien TB-MDR ke orang lain/masyarakat, maka dari itu perlu dilakukan penelitian mengenai factor risiko pengobatan TB-MDR untuk mencegah kegagalan dalam pengobatan (Soepandi, 2010).


جَزَاكُمُ اللّهُ 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar